Selasa, 16 Juni 2020

AGAMA-AGAMA SUKU DI TANAH PAPUA


                                           AGAMA-AGAMA SUKU DI PAPUA

                     A.    PENGERTIAN AGAMA DAN LAHIRNYA AGAMA SUKU

Banyak ahli agama suku maupun agama-agama moderen mendefisikan dari masing — masing pandangan yang berbeda. Semua pandangan itu dirasa bahwa dengan agama akan mendapat suatu kepastian hidup yang menyentuh. Agama secara liberal mendefisikan sebagai suatu identitas diri yang dirasa penting bagi setiap insan. Karena itu dalam tulisan ini dapat mendahului dengan "pengertian agama, suku" dan " lahirnya agama suku".

 

 

1.      Pengertian Agama

Berikut ini adalah beberapa pengertian penting tentang agama :

a.       (Agama menurut bahasa latin, dapat dibagi menjadi dua kata yaitu; "a" artinya "tidak" dan "gam" berarti" kacau". Jadi "agama" berarti tidak akan acau.

b.      Hendropuspito menjabarkan bahwa agama tidak ditimba dari "pewahyuan" yang datang dari "dunia luar", tetapi diangkat dari eksperiensi, atau pengalaman konkret sekitar agama yang dikumpulkan dari sana-sini baik dari masa lampau (sejarah) maupun dari kejadian-kejadian sekarang.

c.       Hans Kung seorang tokoh agama Katolik, dikutip oleh Subandrio, dan pandangannya bahwa agama merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia untuk dihayati, bukan sekadar konsep teknis yang abstrak, merupakan iman yang konkret, bukan sekedar lembaga. Agama selalu menyangkut basic trust (dasar kepercayaan) seseorang akan hidup. Agama memberikan makna yang konprehensif tentang hidup, menjadi jaminan bagi nilai-nilai tertinggi dan norma-norma yang bersifat tanpa syarat, memberikan komunitas dan rumah rohani. Lebih menegaskan bahwa Agama berdasarkan fenomena ialah segala aktivitas hidup manusia dalam usahanya untuk mewujudkan rasa bakti dan merepresentasikan keterhubungan manusia dengan suatu kuasa yang diyakini bersifat supra natural dan mengatasi dirinya.

d.      Secara ethimologi dapat mendefinisikan bahwa agama merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia secara individu maupun komunitas melalui upacara-upacara ritual untuk menghadirkan sesuatu yang diharapkan atau meyakini dalam hidupnya. Agama merupakan suatu kumpulan kejadian-kejadian yang dirasa penting sehingga dapat menganalisis sesuai kondisi realita yang dialami maupun pewahyuan yang diterima dari Allah.

2.      Suku

Suku dapat didefinisikan sebagai bangsa kesatuan sosial yang dapat didekati dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan. Didalam kesukuan ini terdapat suatu kepercayaan yang dirasa penting dan harus bertindak melalaui bakti diri dalam keagamaannya.

3.      Lahirnya Agama Suku

Agama suku lahir disebabkan karena beberapa faktor, seperti yang dikatakan oleh Pdt. Dr. Benny Giay (Akhir Februari 200.5) "perasaan ketidak berdayaan, ketidak pastian, yang ada •pate TTiariusia, kesakitan dll". Lahir dan berkembangnya "agama-agama" termasuk agama suku telah digambarkan oleh Hendropistito (1983; 13) bahwa "benih-benih minat kepada fenomena agama sudah mulai tumbuh sekitar pertengahan abad ke-19 oleh sejumlah sarjana Barat terkenal seperti; Ward B, Taylor (1832-1817), Herbert Spencer (1820-1903), Friendrich H, Muller (1823-1917), Sir James G. Frraser (1854-1941). Tokoh-tokoh ini lebih tertarik kepada agama primitif. Pengkajian masalah agama oleh tokoh ~ tokoh tadi secara ilmiah mulai terbina sekitar tahun 1900. Mulai saat itu sampai menjelang 1950 muncul (buku-buku sosiologi agama yang sering disebut dengan sosiologi agama klasik. Masa periode kalasik dua orang sosiolog menampilkan diri melalui penulisannya yaitu; Emile Durhem dari Francis (1858-1917) dan Max Weber dari Jerman (1864-1920).

Religi suku murba dipakai sebagai kata sederhana terambil dari kata "agama suku" sehingga hal itu dapat dijelaskan oleh Hadiwijono (2003; 1) bahwa "religi bersahaja atau religi primitif, karena ;

Pertama : Ada prasangka bahwa suku-suku bangsa yang masih bersahaja itu secara kebudayaan dan keagamaan menunjukkan suatu kesatuan. Belakangan timbul berbagai macam dengan gagasan yang sana, sehingga religi yang banyak itu disebut "religi bersahaja".

Kedua : ada anggapan bahwa religi umat manusia mengalami suatu evolusi atau perkembangan, (yaitu (dari (bentuk (yang (rendah (ke (bentuk (yang (tertinggi.Anggapan ini dipengaruhi oleh gagasan Charles Darwin tentang evolusi sejak abad-19 religi manusia yang berkembang dari bentuk rendah ke bentuk tertinggi, tampaknya dalam agama Kristen.

 

B.     MAKNA AGAMA SUKU PERSFEKTIF MITOS

Kata mitos berasal dari bahasa Yunani Muthos, yang secara harafiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang; dalam pengertian yang lebih halus bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. Kata mythology dalatn bahasa inggris menunjuk pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos. Semua suku bangsa memiliki legenda atau mitos yang berbeda, termasuk pula dengan agama-agama suku. Masyarakat suku masa kihi seolah-olah merupakan ..kenyataan sejarah, meskipun sang pencerita menggunakannya untuk mendukung-kepercayaan-kepercayaan dari komunitas. Karena itu lebih praktis maka agama suku'dari mitos oleh Dhavamony dapat referensikan; sebagai berikut;

(1) Mitos dan cerita profan yaitu cerita masyarakat yang berskala kecil dengan penuh arti,

(2) fungsi mitos dalam kebudayaan masyarakat suku ialah mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta member! peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia. Karena mitos dan agama baginya sebagai satu kesatauan tersusun memainkan peran penting dalam hidup sosial kemasyarakatan:

(3) Realita mitos, Dhavamony meminjam kata-kata oleh Malinowski dengan berpendapat bahwa "mitos, sebagaimana ada dalam suatu masyarakat primitif, bukan semata-mata cerita yang dikisahkan, tetapi juga merupakan kenyataan yang dihayati. Lebih lanjut mitos merupakan daya aktif di dalam kehidupan masyarakat primitif. Dengan realitas, Malinowski memaksudkan bahwa mitos menjadi penghubung dari institusi-institusi sosial yang ada.

(4)  Batasan mitos. Mitos mengisahkan sejarah suci, serentetan peristiwa yang terjadi pada awal mula, pada masa primordial, waktu dari segi permulaan. Mitos menceritakan perbuatan dan tindakan pada makhluk adikodrati pada mula, yang menyebabkan dunia atau suatu bagian dari dunia menjadi ada, sebagaimana sekatang ini. Selanjutnya mitos menceritakan berbagai peristiwa nyata yang terjadi, misalkan terjadinya suatu pulau, tanjung, jenis tanaman dll. Sebagai pelaku dalam mitos adalah makhluk-makhluk adikodrati yang bertanggung jawab atas segala sesuatu sebagaimana adanya sekarang, karena kenyataan yang ada dihadapan kita adalah akibat dari tindakan mereka pada awal mula.

(5) Beberapa macam mitos; yaitu; Pertama; mitos penc^ta; dalam arti sempit yahni; mitos yang menceritakan penciptaan alam semesta yang sebelumnya sama sekali tidak ada. Mitos jenis ini melukiskan penciptaan dunia lewat pemikiran, sabda, atau usaha dari seorang dewa pencipja,. Kedua; mitos frqsmologi yahi mitos yang mengisahkan 'penciptaan alam semesta, hanya saja Dfigjjgan tersebut menggunakan sarana yang sudah ada, atau dengan Tjgq jenis mitos kosmologi yang utama;

(a) mitos-mitos yang menyoroti "penyelamatan kosmologi". Dewa pencipta, entah diri sendiri atau seekor binatang yang diutus, atau seorang tokoh mitis, menyelam ke dasar penangan air primordial untuk mengambil kembali segenggam lumpur dari bahan mana bumi dibentuk.

(b) Mitos-mitos yang melukiskan penciptaan lewat cara pemilihan zat-zat primordial yang mulannya tak terbedakan. Ada tiga macam fariasi; (i) mitos mengenai orang tua dunia, kesatuan primitif memperlihatkan pasangan langit dan bumi dalam satu pelukan dan penceraian diantara mereka menyebabkan terjadinya peristiwa kosmologik; (ii) Suatu negeri primordial digambarkan sebagai suatu gumpalan yang tak terbentuk atau keadaan yang kacau balau, (iii) Kesatuan awali dikandung dalam bentuk sebuah telur yang terapung-apung di air purbakala. Penciptaan dimulai dengan pembuaian telur.

(c) Mitos-mitos yang mengisahkan peristiwa kosmologi sebagai akibat penyembelian manusia pertama atau raksana laut Ophidia.

Ketiga;     ada mitos-mitos asal usul; yang mengisahkan asal mula atau awal dari segala sesuatu, seekor binatang, suatu jenis tumbuhan, sebuah lembaga, dan sebagainya.

Keempat; mitos-mitos mengenai para dewa dan para makhluk adikodrati lainnya. Mitos jenis ini mengisahkan bahwa setelah selesai menciptakan dunia dan manusia, Yang Mahatinggi meninggalkan mereka dan mengundurkan diri ke langit; sedangkan para dewa maupun para makhluk adikodrati lainnya ada yang melengkapi proses penciptaan tadi.

Kelima;    mitos-mitos yang berkaitan dengan kisah terjadinya manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan dari suatu bahan mentah, misalnya dari lumpur (pada suku Yoruba di Nigeri), atau dari batu (mitos-mitos di Indonesia dan Melanesia), dari tanah (Oceania), atau dari seekor binatang (Asia Tenggara). Manusia pertama diciptakan oleh Ibu Bumi dan Bapa Langit lewat persetubuhan suci mereka, atau oleh dewa dengan jenis kelamin ganda, atau diciptakan dari tanah atau tanaman oleh.tuhan pencipta.

Keenam; mitos-mitis yang berkenaan dengan tranformasi ayitu perubahan-perubahan keadaan dunia dan manusia dikemudian hari.

C.    GAMBARAN UMUM AGAMA-AGAMA SUKU DI PAPUA

Masyarakat suku di Papua (kurang lebih 250 suku) memiliki-masing-masing agama. Agama-agama suku dimaksud andaikan frame of reference (kerangka acuan) sebagai fundamental yang layak diakui secara lokal. Kehidupan masyarakat suku tidak menyimpang dari kerangka acuan yang rasa tertolong sekaligus berperan dalam kehidupannya. Masyarakt suku memahami bahwa didalam kerangka acuan itu mengandung unsur-unsur dan nilai-nilai suci dansangat sakral yang ditetapkan oleh dewa tertinggi atau adikodrati. Gambaran umum agama-agama suku di Melanesia (Papua) dijelaskan oleh Agus Alua, sebagai referensi dari bukus yang.ditulis oleh Menurut Darrell Whiteman, dapat merumuskan 3 (tiga) pokok penting ;

1.    Paham "Epistemologi" dalam pikiran agama suku di Papua

       Epistemologi menurut Sidjabat (1994 : 28) "Penyelidikan tentang sumber, sifat, metode dan keterbatasan pengetahuan . manusia". Selanjutnya Epistemoplogi sering diartikan sebagai "teori pengetahuan". Epistemologi bagian agama suku di Papua memiliki tujuan yang sangat signifikan, yaitu untuk mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan tentang asal-usul, hakekat dan batas-batas pengetahuan. Paham epistemologi selalu dilandasi dengan berbagai pertanyaan sebagai kerangka berfikir secara logis dan sistemaris untuk menyelidiki sumber, sifat serta asal-usulnya.

2.    "Pandangan Dunia" orang Papua

       Pandangan orang yang dianut agama suku terbagi kedalam dua bagian;

(a) Bagian-bagian empiris, yang mencakup lingkungan alam, sumber-sumber ekonomi, duniua binatang dan dunia manusia. Singkatnya segala sesuatu yang dapat disentuh dan dilihat.

(b) Bagian-bagian non-empiris, yang mencakup adanya roh-roh, kekuatan ilmu-ilmu gaib tak berkepribadian dan kadang-kadang totem-totem.

       Kosmos (alam semesta) non-empiris selalu terkait dengan tempat penghunian bagi ilah, roh-roh halus, leluhur, roh-roh jahat, totem dll. Semua yang tinggal dalam kosmos non-empiris selalu dekat dengan manusia dengan meminjam berbagai simbol tertentu seperti; manusia, ular, batu, pohon dll. Kekuatan-kekuatan itu menjelma dalam wujud empiris dalam ruang dan waktu tertentu.

3.    Nilai Sentral bagi orang Papua : "Kehidupan"

       Nilai yang paling mendasar bagi penganut agama suku di Papua adalah kehidupan. Whiteman secara konkret lebih ditegaskan dengan tiga pandangan penting; (a) kelangsung hidup (continuation of life), perlindungan atas hidup (protection of life), dan pemeliharaan hidup (celebration of life). Dalam penghidupan manusia yang dianut agama suku selalu keteriibatan dalam kegiatan sebagai model hidup demi kelangsungan hidup yang lebih baik dan sempurna adanya. Masyarat agama suku tidak membiarkan begitu saja sekalipun ada serangan, ancaman atau musibah melanda dalam kehidupannya, untuk mengganggu nilai-nilai religi maupun culturalnya. Mereka sangat senderung dengan berbagai kegiatan ritus-ritus yang memulihkan hubungan baik. Karena itu mereka selalu integrasi dengan kekuatan-kekuatan tertentu yang dapat ditolongnya secara periodik. Integrasi ini lebih cendrung mewujudkan melalui upacara-upacara keagamaan pada tempat-tempat tertentu yang dianggap ada penghuni yang memiliki kekuatan gaib yang menjawab masalah yang dialaminya, seperti di kali, gunung, goa, di tempat-tempat keramat dll. Whiteman mencatat bahwa 'milai sentral dan fundamental orang Malanesia tentang kehidupan kosmologi ini dipertahankan terutama rnelalui dua cara, yaitu ;

a.    Melaiui relasi-relasi yang benar atau tepat, baik antara manusia maupun dengan roh-roh atau arwah-arwah, baik yang masih hidup maupun telah mati

b.    Melalui pengumpulan kekayaan orang setempat dalam bentuk pesta babi, kulit bia, dll.

       Agama-agaam suku di Papua terus menerus berkembang karena pada dasarnya ilah penghidupan yang baik dalam kelangsungan hidupnya. Bagi. masyarakat hidup ini lebih penting dari pada benda-benda yang lain. Segala kegiatan yang dibuatnya sebagai sandiwara belaka dalam rangka mementingkan hidup sebagai masyarakat beragama.

D.   KARAKTERISTIK DASAR  AGAMA-AGAMA SUKU DI PAPUA

Masyarakat penganut agama suku memiliki karakter tertentu yang berpasrah kepada yang alam gaib. Karena dipahami bahwa segala yang ada dalam kosmos ini dijadikan serta diciptakan oleh yang gaib, sepertinya langit, bumi, manusia serta segala isinya. Bagi masyarakat suku, agama atau suatu kepercayaan kepada adikodrati adalah sarana penting dalam rangka upaya mengeratkan tali persaudaraan yang harmonis dengan kuasa gaib. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dasar. yang di tulis oleh Agus Alua sebagai referensi dari yang ditulis oleh Whiteman ;

1.     "Agama yang dinamis" dalam agama-agama di Papua Barat

        Agama yang ditekuni melalui upacara-upacara ritual terpenting bagi orang Papua ialah bersifat dinamis. Agama yang dimanis ini selalu dipegang serta turut-berperan aktif dalam penghidupan masyarakat suku. Bagi mereka agama itu bagian dari integral yang sukar dilepaskan dari kehidupan dan pergumulannya. Agama yang diyakini oleh masyarakat suku dirasa memiliki nilai yang cukup ideal dan dinamis dimana masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang harus dipegang sebagai sarana komunikasi dengan yang alam gaib.

        Masyarakat yakini dengan agama yang dinamis karena selalu ada perkembangan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga semua penganutnya tidak pernah terjerumus dalam berkekurangan, keterbatasan serta dalam berbagai musibah. Selain itu masyarakat beragama suku berkomit karena didalamnya hendak menemukan jalan pelepasan dan kebebasan dari kekerasan, penindasan, pembunuhan, kematian serta timbulnya malapetaka yang menimpah.

2.     Agama-agama yang berorientasi pada "Kelimpahan hidup"

        Hidup berkeiirnpahan adalah keselamatan yang kokoh bagi masyarakat pribimi di Malanesia. Hidup dalam dunia adalah hidup yang penuh berkeiirnpahan, dengan didalamnya ada keselamatan, sukacita, damai, kemenangan, kecukupan, keindahan serta segalanya yang tidak mendatangkan malapetaka untuk mengganggu dalam pelaksanaan aktivitasnya. Kaitannya dengan itu Satria S, Susanto dijelaskan bahwa Masyarakat Jayawijaya mengakui adanya jaman kelimpahan yang telah dihidupi oleh leluhurnya sehingga masyarakat suku yang hidup kontemporel ini menjadi harapan dan upaya menghadirkan jaman yang penuh berkeiirnpahan itu diatas puing-puinya demi "hubungan baik dengan pencipta Walhowak. Yang meliputi suken, hareken koneke dan para leluhur nelalui tugi, langit, bumi dan matahari sebagai unsur kosmos" (Astrid; 1994; 61). Kelimpahan hidup bagi orang Me telah menjadi realita dan juga menjadi harapan, ketika masyarakat aktif dalam kegiatan "ay/-ay/7" yang menghasilkan berbagai material yang berperan dalam kelangsungan hidupnya. Secara ajaib "Koyeidaba" juga dinyata jaman kelimpahan itu dengan metode ramasan pada seluruh anggota tubuhnya. Karya nyata "Koyeidaba" mengisahkan untuk menggumuli dan upayakan hidup yang penuh berkelimpahannya. Masa keemasan pernah dikisahkan oleh seorang pelopor yaitu 'Serador" di kalangan suku Waropen seperti yang dikatakan oleh Wariori Marthen (19.....). la kadang berubah seperti seorang pemuda perkasa dan juga sebagai manusia buruk. Masyarakat suku Waropen sedang ada dalam posisi upaya menghadirkan zaman keemasan yang pernah dirasakan oleh orang-orang leluhurnya. Karena itu sekitar 250 suku lebih yang ada di Papua mempunyai harapan yang sama menghadirkan zaman yang telah menjadi realistis bagi nenek moyang.

3.     Pentingnya "Ritual yang mujarab" dalam agama orang Papua

        Agama suku di Papua memahami dengan dua bidang penting dalam kehidupannya. Hal yang pertama ialah mengaitkan obyek yang kelihatan, seperti kebun, danau, kali, gunung, lembah dll, dan kedua ialah serentak mengaitkan pula sumber-sumber hidup yang tak kelihatan seperti kekuatan, daya dan keberuntungan. Kedua hal ini sangat penting bagi masyarakat suku di Papua sehingga upaya mereka yang satu-satunya ialah melalui agama. Agama bagi masyarakat suku dianggap sebagai sarana atau alat penunjang untuk memperpadukan suatu obyek yang kelihatan dan sumber-sumber kekuatan yang tak kelihatan. Hasil yang diharapkan sangat tergantung pada kegiatan ritual baik keberuntungan maupun malangnya. Keberuntungan adalah kesuksesan ritual, dan kemalangan adalah kesalahan dalam pelaksanaan ritual. Ketetapan ritual mencapai tujuan telah ditentukan oleh tokoh-tokoh leluhurnya pada zaman primordial, menurut tradisi masyarakat penganut agama-agama primitif.

4.     Pentingnya "Kerahasiaan" agama-agama suku

        Ada agama-agama lain selalu bersifat misteri yang tersembunyi secara individu, keluarga, dan etnosentrik berhubungan dengan kesejahteraan mereka. Karena baginya ilmu yang terperoleh adalah satu-satunya jalan untuk memperoleh kekuatan (power) yang berasal dari adikodrtai. la merasa bahwa kekuatan yang diterima dianggap sebagai milik pribadi atau diberikan secara khusus demi kepentingan keluarga tetapi juga berguna demi kepentingan banyak orang. Masyarakat agama suku di Papua dikampung-kampung umumnya tidak terbuka untuk memberitahukan hal-hal prinsip yang paling penting dan mendasar dalam hidupnya. Seperti di Paniai nama Allah diterjemahkan dengan "Ugatame" (manusia unggul, pencipta). Namun nama Yesus sangat sulit diterima penerjemahannya dengan "Koyeidaba", tetapi Yesus dalam bahasa Baliem adalah "Nakmarugi" atau "Naruekul", demikian pula dengan "Yefun" yang dianggap sebagai kuasa tertinggi dalam kepercayaan Suku Meybrat. Kata Yefun berasal dari Bahasa Madik, yang terdiri dari dua kata; "Ye"artinya "manusia" dan kata Tun"sering diartikan sebagai "manusia sejati". Jadi, kata "Yefun" dapat diartikan sebagai "manusia sejati". Suku Meybrat menganggap "Yefun" sebagai manusia pertama, manusia asli, agung, tinggi, luhur, kuasa illahi yang baik, pemberi hidup dan pemelihara alam semesta (Heriyanto; 2003; 27). Karena itu bagi masyarakat suku terdahulu menyebut namanya pun mesti melakukan dengan rasa penuh hormat, keseganan, bahkan terkesan takut. (Albertus Heriyanto, 2003; 24). Persoalannya ialah bahwa nama-nama adikodrati yang ada dalam masing-masing suku atau etnis itu sangat sakral dan tjarang diungkapkan dihadapan publik. Kalau terbuka dihadapan orang lain maka bobot kesakralannya akan berkurang, tidak efektif, dan bisa menjadi ancaman bagi kelompok atau pribadi yang bersangkutan.

5.     Kepercayaan pada "Para leluhur" dalam agama-agama suku

        Satu karakteristik penting yang lain dalam agama-agama suku di Melanesia khususnya di Papua adalah kepercayaan kepada roh-roh para leluhur mereka. Kepercayaan kepada arwah-arwah leluhur di daerah lain rasa tidak penting seperti Vanuatu di PNG, namun di daerah lain kepercayan itu dirasa otonom dan kreatif. Di lembah Balim sangat dibutuhkan arwah-arwah orang penting yang telah mati sepertinya panglima perang, orang kaya, serta lainnya. Tidak kalah juga di daerah orang Muyu, arwah orang mati dianggap sebagai pembawa kesuburan dan keselamatan seperti yang dikatakan oleh Schoorl (1997; 181) bahwa di daerah "Kawangtet" dan "Yibi" arwah itu disebut tawat, di Yiptem, Metomka dan di Kakuna adalah katerok, di Woropko mberdan Tumutu beket. Karena itu Schoorl dibagi tiga hal penting yang dilakukan oleh orang Muyu terhadap arwah orang Mati; pertama penguburan orang Mati dan sikap terhadap mereka, kedua; Tempat arwah; alam arwah, dan ketiga Peranan arwah dalam kehidupan orang Muyu. Arwah orang kaya menurut agama suku di daerah Muyu khususnya di daerah Yibi dan Kawangtet simbol seperti "benep" artinya buaya. Karena masyarakat Muyu layak mengikuti langkah-langkah tadi terhadap arwah orang Mati sebagai harapan mendatangkan keselamatannya.

6.     Orang Papua percaya pada "Roh-roh yang Imanen"

        Masyarakat di Papua yang menamakan diri sebagai penganut agama suku tidak memiliki kepercayaan akan suatu "Roh Agung" (the Great Spirit). Namun lebih cenderung menurut "Darrel Whiteman" lebih menegaskan bahwa setiap bukit, gunung, lembah. kali, sungai, rawah dan lain'-lain mendiami masing-masing roh sebagai pengontrol penguasa lingkungan alam disekitarnya. Manusia selalu kontak dengan roh-roh yang disekitarnya sesuai metode keagamaannya. Kontak dengan roh-roh imanen dapat dipilih orang-orang tertentu yang dirasam mampu menyimpan rahasia komunikasinya. Roh-roh imanen lebih cenderung menerima kata-kata yang diucapkan oleh manusia khusus tadi untuk menjawab bila ia menjaga kesucian sesuai petunjuk atau kehendak si penerima doa itu.

7.     Pentingnya "Relasi Resiprositi" dalam agama-agama suku

        Salah satu kepercayaan masyarakat Priburni ialah relasi yang akrap dan harmonis. Kaitannya dengan "relasi Resiprositi" adalah hubungan pertalian yang mengika^jsalkan; yang dilakukan melalui pertukaran barang dengan jasa, perkawinan, persaudafaag-serta melalui kontak lainnya. Dengan metode ini akan menciptakan pasangan atau patner kerja yang baik untuk menciptakan suatu hubungan bersabahan yang harmonis. Model relasi-relasi manusia yang terjadi pada orang Papua ini diproyeksikan juga terhadap relasi dengan dunia supernatural, yaitu hubungan antara makhluk manusia, roh-roh dan arwah leluhur disana akan ada damai dan kernakmuran. Hubungan ini dapat terkait antara dua pihak yang saling menguntungkan yaitu manusia bergantung pada roh-roh leluhurnya demi kesejahteraan hidupnya demikian pula roh-roh leluhur juga tergantung pada manusia bagi kesejahterannya. Hubungan ini adalah relasi yang tercipta serta terbentuk dalam rangka tolong-menolong, saling melengkapi, saling membutuhkan serta saling menghargai demi kesejahteraan dan kemakmurannya.

8.     Agama-agama suku di Papua yang "Tidak bersifat Misioner"

        Agama adalah suatu institusi yang terbentuk serta terorganisir untuk menyampaikan karya-karya Allah yang diterima melalui pewahyuan kepada umat yang dilayaninya. Untuk mewujudkan visi itu selalu ada misi dan mereka perlu dilatih atau mentransferkan kepada orang lain yang akan berperan sebagai penyiar. Namun agama-agama suku di Papua pada umumnya "tidak bersifat Misioner" mengingat ciri-ciri dan makna dari agama itu yaitu; agama suku lain bersifat khusus, keluarga, etnis tertentu serta bersifat umumnya namun tidak tersiar mengingat berbagai pertimbangan mendasar. Agama suku di Papua tidak misioner bila dibanding dengan agama-agama besar yang dilaksanakan dibawah rodah keorganisasian secara sistematis seperti; Agama Kristen, Islam, Hindu dan Budha. Mayarakat Melanesia dan dalam konteks Papua kita perlu mencatat bahwa masyarakjat lebih percaya dan efektif bagi hidupnya dari pada agama Kristen, karena itu rahasla terdalam dari agama mereka tidak pernah disampaikan sepenuhnya kepada orang luar, sebab jika demikian akan mengurangi bobot efektivitasnya dan menjadi agama yang tidak berguna bagi hidupnya. Sementara itu orang Malanesia dan Papua sendiri sebenarnya tidak menolak agama luar tetapi membiarkannya hidup sebab agama itu sangat efektif bagi pembawaannya sendiri (misionaris). Menurut pengamatan kami dalam konteks Malanesia juga orang Papua merasa bahwa agama Kristen yang diwartakan itu sebagai sesuatu yang asing, yang kurang banyak menyentuh terhadap masalah, pergumulan dan kebutuhan hidupnya.

E.    PERAN DAN  TUJUAN AGAMA SUKU

Manusia pada dasarnya tidak celah dihadapan yang maha suci atau tinggi. Karena dalam agama suku lebih cenderung bahwa "Dosa adalah apa yang merusak atau menodai daya hidup dari orang lain, dan lebih khusus lagi daya hidup dari kerabat keluarga". Dengan akibat dosa itu segala bentuk relasi terputus yaitu manusia dengan Tuhan, manussia dengan manusia serta manusia dengan alam lingkungan. Karena asumsi dasar bagi penganut agama suku di Papua bahwa peran agama adalah upaya mencari keselamatan dan perlindungan yang sejati serta yang lebih berbahagia. Karena itu tujuan utama dari Agama suku .adalah hanya "keselamatan" yaitu hidup yang baik antara manusia-alam lingkungan dan-yang suci. Keselamatan itu ada karena dirasa manusia ada dalam keadaan berbahaya yang perlu ditolong dan mendokratnya.( Dhavamony; 1995; 293).

F.    BENTUK-BENTUK AGAMA SUKU

Agama suku terdapat beberapa bentuk, ciri .dan karakter yang berbeda. Perbedaan itu nampak ketika melaksanakan upacara-upacara, simbol-simbol kepercayaan, dan obyeknya yang diuraikan berikut ini.

1. Animisme

     Animisme berasal dari perkataan Latin, "anima" artinya "nyawa". Karena itu animisme adalah kepercayaan kepada sesuatu yang tidak berpribadi. Animisme dapat didefinisikan sebagai kepercayaan pada makhluk-makhluk adikodrati yang dipersonalisasikan. Namun menurut Dhavamony (1995; 67) Kepercayaan terhadap animisme adalah "Ide tentang kekekalan jiwa muncullah upacara untuk orang mati, terutama dalam bentuk pemujaan leluhur". Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepercayaan ini lebih menitikberatkan pada Roh yang Maha Tinggi hingga pada roh halus yang tidak terhingga jumlahnya, roh leluhur, roh dalam objek-objek alam. Karena itu bagi Dhavamony dibagi kedalam 4 bagian; a). Roh yang berhubungan dengan manusia, yahni jiwa-jiwa manusia sebagai daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-orang yang meninggal dalam kondisi-kondisi wajar; 2) roh yang berhubungan dengan objek-objek alamiah bukan manusia, seperti air terjun, batu yang menonjol kepermukaan bumi, pohon-pohon berbentuk aneh, roh dari tempat-tempat yang berbahaya, roh binatang, roh dari benda-benda di angkasa; 3) roh yang berhubungan dengan kekuatan alam, seperti angin, kilat, banjir; 4) roh yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, dewa-dewa, setan-setan dan para malaekat. Karena itu disimpulkan bahwa kepercayaan terhadap animisme lebih cenderung pada kekuatan-kekuatana gaib yang tidak keiihatan. Animisme bersifat universal karena ia terdapat pada semua agama-agama didunia. Kruyt adalag seorang pendeta nasrani yang pernah pelayani dikalangan orang Taraja di Sulawesi tengah. la berkata manusia primitif atau manusia zaman kuno itu pada umumnya yakin adanya suatu zat halus yang memberi kekuatan hidup dan gerak kepada banyak hal di dalam alam semesta ini. Zat halus menurut Kruyt terdapat beberapa bagian tubuh manusia; binatang dan tumbuh-tumbuhan. tetapi sering juga dalam benda (Koentjaraningrat; 1980; 63 ).

2. Dinamisme

     Dinamisme berasal dari perkataan Yunani "dunamis" artinya; kekuasaan, kekuaatan, kasiat (Hinug.; ^997; 33). Dalam ilmu pengetahuan "dinamisme" jarang dijumpai selain kata "mana". :Karena itu secara etirnologi, Dinamisme ialah kepercayaan kepada suatu daya-kekuatan atau kekuasaan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap halus maupun berjasad yang dapat dimiliki maupun tidak dimiliki oleh benda, binatang dan manusia. Kepercayaan dinamisme selalu ada hubungan dengan benda-benda keramat, karena didalamnya sesuatu yang mengandung daya atau kekuatan gaib yang dipandang mendatangkan pengaruh yang baik menyangkut keselamatan manusia, misalnya kemenangan dalam perang, membawa kesuburan tanaman dll. Benda-benda keramat dapat dilihat berupa batu-batuan, daunan, batang kayu serta jenis lainnya. Bagi orang Me di Paniai sering benda-benda itu dibawa bila ia pergi ke tempat berperang atau jauh dari kampung halamannya dalam rangka berbisnis. Selain itu benda keramat lain ditanam pada tempat-ternpat tertentu yang dianggap penting dan sasaran datangnya serangan luar. Manusia yang memiliki benda-benda keramat memiliki sikap yang menyangkut "awasan" dan "berhati-hati" terhadap pelanggaran norma yang digariskan supaya kekuatan gaip tetap menjadi utuh dan kuta. Dalam penggunaan dan penentuan nasip dan keselamatan itu selalu diawali dengan upacara-upaca tertentu sehingga hendak menjumpai berbagai bentuk persoalan yang akan dialaminya.

3. Kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi

     Kepercayaan kepada dewa-dewa tertinggi, sebenarnya ada relasi dengan kepercayaan terhadap animisme. Namun Honig mendefisikan bahwa "kepercayaan itu adalah suatu kepercayaan pada suatu allah atau dewa yang ada di latar-belakang, dewa yang pertama-tama menetapkan, mengatur atau menjadikan berjenis-jenis hal dan kini boleh dikatakan menjaga terpeliharanya segala apa yang ditetapkan, tetapi semuanya itu dilakukan pada tempat yang jauh sekali, oleh karena itu ia tidak mengambil tempat yang penting sekali didalam kultural atau kebaktian". Masyarakat dalam agama suku percaya bahwa langit, bumi serta segala isinya dijadikan oleh dewa tertinggi sehingga lebih mengenali relasi antara penguasa dan manusia melalui kegiatan-keghiatan ritual seperti jamuan bersama. Misalkan seperi orang Me di Pantai selalu ditujukan keberadaan sang pencipta dan penguasa itu bahwa "kowake wado" artinya dewa tertinggi berjenis-kelamin kali-laki yang ada diatas langit dan "kowakau miya" dengan pengertiannya dewa berjenis kelamin wanita yang ada dalam alam ini. Kepercayaan orang Me ini menyimpulkan bahwa dewa tertinggi yang ada diatas langit berperan sebagai pencipta dan dewa tertinggi yang berdiam dalam kosrnos ini berperan sebagai pemelihara dan penyubur segala yang ada diatasnya. Segala yang ada di dalam alam itu adalah ciptaan asli yang selalu diungkapkan melalui upacara-upacara keagamaan bagi suku.

4. Totemisme

     Kepercayaan terhadap totemisme dirasa penting bagi agama-agama suku dimana-mana. Karena didalam pemahamannya dirasama mengandung unsur-unsur terpenting menyangkut mitosnya. Karena Dhavamony lebih dijelaskan bahwa Totemisme merupakan fenomena yang menunjuk kepada hubungan organisasional khusus antara suatu suku bangsa atau klen dan suatu spesies tertentu dalam wilayah binatang tetumbuhan. Kepercayaan agama suku terhadap totemisme sangat penting menjalankan kesucian dan keberlangsungan hidup dalam suatu totem. Menjaga kesucian ini menurut agama suku dilarang keras mengadakan hubungan seks atau perkawinan karena dianggap sebagai sedarah atau satu garis keturunan. Masyarakat yang menganut agama suku terpendam deang berbagai rahasia tentang kosmos dll, memahami bahwa manusia sebenarnya berasal dari batu, ular, kusus-kus, tanah dan lain-lain. Hal ini misalnya secara spesifik dijelaskan oleh Kpentjgraningrat (1993; 245) dikalangan orang Me di Paniai, dapat dibagi menjadi 5 (lima) sub-suku bangsa yaitu 1) Eguwai, 2) Mogopia, 3) Yinatuma, 4) Wodaapa, dan 5) Makituma. Semua marga yang ada di Paniai menurut agama suku berasal dari tiga sub-suku bangsa tadi. Karena terjadi pemisahan pada zaman nenek moyang sehingga layak digunakan berbagai marga lain.

G.   TEORI-TEORI AGAMA SUKU

Religi dan ucapara religi menjadi perhatian dunia sehingga sejak abad ke-19 telah dideskripsikan dalam kepusakaan etnografi. Usaha dan deskripsi itu ialah kebudayaan dan masyarakat sederhana dan primitif, yaitu bersifat kuno atau merupakan sisa-sisa kebudayaan manusia kuno. Teori tentang aza dan« asal-usul religi yang dapat dikermbangkan oleh berbagai ilmuan atau ahli lain, Koentjaraningrat (1987; 58) dapat dibagi kedalam tiga golongan yang diuraikan berikut ini;

1. Keyakinan religi

     Andreu Lang (1844-1912) bukan seorang ahli antropologi, melainkan sastrawan. la menulis sebanyak enam buah buku tentang kebudayaan yang jadikan bacaan penting dikalangan para ahli antropologi. Diantaranya buku-buku yang mengandung teori itu dengan judul "The Making of Religi (1898). Kontant dalam buku itu intinya dua bagian; gejalah para prikologi, dan tokoh dewa tertinggi yang merupakan keyakinan bangsa-bangsa primitif.

     Bagian pertama Andrew Lang menitik beratkan bahwa "jiwa manusia ada suatu kemampuan gaib yang dapat bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktivitas pikiran manusia yang rasional. Karena itu gejala gaib itu bisa bekerja lebih kuat pada orang-orang bersahaja yang kurang aktif hidup dengan pikirannya. Menurut Lang kemampuan gaib pada manusia bersahaja zaman dahulu itulah menyebabkan timbulnya konsep jiwa.

     Bagian kedua Andrew Lang menguraikan mitologi suku-suku bangsa diberbagai daerah di bumi. Dalam dongeng-dongeng mitologi itu Lang sering menemukan adanya tokoh dewa oleh suku-suku tertentu yang dianggap sebagai dewa tertinggi, pencipta seluruh alam semesta beserta isinya, penjaga keterlibatan alam dan kesusilaan. Keyakinan kepada dewa-dewa itu menurut Lang terdapat pada kaum berburuh dan meramu seperti suku bangsa di Papua, Papua Nuguni dan beberapa negara lain.

2. Sikap manusia terhadap alam gaib atau Hal Yang Gaib

     Sikap terhadap alam Gaib atau Hal Yang Gaib dapat diuraikan oleh R. Otto dalam buku Das Heilige (19171). Menurut Otto dalam tulisan itu berpusatkan pada semua sistem religi, kepercayaan dan agama didunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib yang dianggap maha-dasyat dan keramat oleh manusia. Sifat dari hal yang gaib serta keramat itu adalah maha-abadi, maha-dahsyat, maha-baik, maha-adil, maha-bijaksana, tak terlihat, tak-berobah, tak-terbatas, dan sebagainya.

3. Upacara religi

     Teori tentang Upacara Bersaji dapat dikembangkan oleh W. Robertson Smith dalam tulisan "Lectures on Religion of the Semites" (1889). W. Roberto adalah seorang ahli ilmu pasti, ahli teologi, dan ahli bahasa dan kesusasteraan Semit. Keahlian dalam bidang-bidang itu ia pernah menjadi guru besar dalam bahasa dan kesusasteraan Arab di Universitas Camridge. Bukunya yang berjudul diatas tentang "Lectures on Religion of the Semites" sebenarnya merupakan suatu rangkaian ceramah. Dalam ceramah-ceramah tersebut Robertson Smith mengemukakan tiga gagasan penting yang menambah pengertian kita mengenai azas-azas religi dan agama pada umumnya, yaitu ;

     Gagasan pertama; mengenai soal bahwa disamping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa y.ahg khusus. Hal yang menarik bagi Smith adalah bahwa dalam banyak agama upacaranya ihi tetap, tetapi latar belakang, keyakinan, maksud atau doktrinnya berobah. Gagasan yang kedua; adalah bahwa upacara religi atau agama, yang biasariya dilakukan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Pemeluk ini menganggap bahwa melakukan upacara adalah suatu kewajiban sosial. Gagasan Roberth Smith yang ketiga adalah; tentang fungsi upacara bersaji. Pada pokoknya upacara seperti itu, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya, kepada dewa, kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya, oleh Robertson Smith juga dianggap sebagai suatu aktivitas untuk mendorong rasa solidaritas dengah dewa atau para dewa. Dalam hal ini dewa atau para dewa dipandang juga sebagai warga komunitas, walaupun sebagai warga yang istimewa.

H.    UNSUR-UNSUR AGAMA SUKU

Didalam agama suku menjumpai beberapa unsur penting yang harus dipelajari sesuai konteksa pemahaman yang berbeda dikalangan agama-agama suku.

1. Mitos

     Di dalam mitos terdapat cerita suci, yaitu; "kata-kata atau watak dalam suatu dongeng, ataupun cara berceritanya yang penuh arti".. Beberapa cerita secara jelas dan eksplisit bersifat suci karena sangkut paut dengan makhluk-makhluk adikodrati, roh-roh yang berkuasa. Mitos menceritakan bagimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain; bagimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni; bagaimana situasi yang kacau menjadi teratur; bagimana yang tak dapat mati menjadi mati; bagaimana musim menggati iklim yang tidak lagi bermusim dll.

     Mitos mempuinyai fungsi yang sangat dalam, karena didalam mitos mengisahkan yang diceritakan untuk menetapkan kepercayaan tertentu, berperan sebagai peristiwa pemula dalam suatu upacara atau ritus, atau sebagai model tetap dari perilaku moral maupun religius. Mitos adalah cerita sejati mengenai kejadian-kejadian yang bisa dirasa telah turut membentuk dunia dan hakikat tindakan moral, serta menentukan hubungan ritual antara manusia dengan penciptanya atau dengan kuasa-kuasa yang ada. Fungsi utama mitos bukanlah untuk menerangkan atau atau menceritakan kejadian-kejadian historis dimasa lampau, bukan pula untuk mengekspresikan fantasi-fantasi dari impian suatu masyarakat. Tujuan utama dari tradisi suci bukanlah mau memberikan dasar peristiwa awali mengenai masa lampau yangxjaya untuk diulangi lagi dimasa kini.

     Fungsi utama dari mitos dalam kebudayaan primitif ialah mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas. Menjamin efisienasi dari ritus serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntut manusia. Menurut antropologi fungsionalitas mitos adalah kekuatan yang mempranatakan masyarakat itu sendiri.

     Dalam pembatasan mitos, dapat mengisahkan sejarah suci, serentetan peristiwa yang terjadi pada awal mula, pada masa primoldial, waktu dari segala permulaan. Mitos menceritakan perbuatan dan tindakan para makhluk adikodrati pada awal mula, yang menyebabkan dunia atau bagian dari dunia menjadi ada, sebagaimana sekarang ini. Pelaku dalam mitos adalah makhluk-makhluk adikodtrati yang bertanggung jawab atas segala sesuatu sebagaimana adanya sekarang, karena kenyataan yang ada di hadapan kita adalah akibat dari tindakan mereka pada awal mula. Mitos sungguh dikenal sebagai sejarah' yang suci karena selalu mengacu pada kenyataan. Mitos terdiri dari beberapa macam; Pertama; mitos penciptaan, yang menceritakan tentang penciptaan alam semesta Kedua; mitos kosmogonik takni mitos yang mengisahkan penciptanya alam semesta, hanya saja penciptaan tersebut menggunakan sarana yang sudah ada, atau dengan perantara.

     Ketiga; mitos-mitos asal usul; menceritakan asal mula atau awal dari segala sesuatu, seekor binatang, suatu jenis tumbuhan, sebuah lembagadan sebagainya.

2. Ritual

     Tindakan agama dalam upacara (ritual) dapat dikatakan bahwa ritual merupakan agama dalam tindakan. Bila seorang beragama mesti mempertahankan pengalaman asli religiusnya dengan relasinya yang melampaui pengalaman biasa dengan yang ilahi, ia harus mengungkapkan ini lewat bentuk-bentuk simbolis yang bersifat empiris dan menjadi bagian dari wilayah profan.

     Ritual diantara suku-suku primitif, praktik-praktik kultus berupa bentuk-bentuk dari sesajian sederhana buan-buahan pertama yang ditaru dihutan atau ladang, sampai pada upacara-upacara yang rumit ditempat-tempat suci ataupun umum. Tari-tari pemujaan di lakukan di Afrika dengan upacara-upacara yang rumit. Pada upacara tersebut para peserta mengenakan topeng-topeng dengan maksud mengidentifikasikan diri mereka dengan roh-roh. Tujuan upacara ini sendiri adalah untuk mewujudkan atau mengulangi peristiwa primordial serta roh-roh leluhur atau dewa-dewa dipuaskan dan keamanan mereka dijamin.

     Ritual juga mengandung makna, karena Susanne Langer memperhatikan bahwa ritual merupakan ungkapan yang lebih logis dari pada psikologis. Ritual dapat dibedakan menjadi 4 (empat)  macam  :

a. (Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistik. Magi terdiri dari dua yaitu magi putih dan hitam

b. (Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja dengan cara ini;

c. (Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistik, dengan cara ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas, dan

d. (Ritual faktif yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan cara berbeda dari ritual konstitutif karena tujuannya lebih dari sekedar pengungkapan atau perubahan hubungan sosial, tidak saja mewujudkan kurban untuk para leluhur dan pelaksanaan magi, namun juga pelaksanaan tindakan yang diwajibkan oleh anggota-anggota jemaah dalam konteks peranan sekuler mereka.

     Ritual juga merupakan tujuan tertentu yang dikemukakan oleh Van Gennep bahwa semua kebudayaan memiliki suatu kelompok ritual yang memperingati masa peralihan individu dari suatu status sosial ke status sosial yang lain. Ritual penerimaan, ritual inisiasi, termasuk ritual dimasa pubertas, pertunangan dan perkawinan, masa mengandung, dan saat kelahiran bayi, serta pernakaman merupakan kesempatan-kesempatan utama dari ritual sebagaimana dilukiskan oleh Van Gennep. Dalam setiap ritual penerimaan, ada tiga tahapan; perpisahan, yaitu individu dipisahkan dari sutau tempat atau kelompok atau status; dalam tahapan Peralihan ialah ia disucikan dan menjadi subjek bagi prosedur-prosedur perubahan; sedangkan masa penggabungan ialah ia secara resmih ditempatkan pada suatu tempat, kelompok, atau status yang baru.

3. Tata susila atau ajaran moral / Keagamaan

     Di dalam norma keagamaan itu mengandung ajaran-ajaran tertentu yang ditetapkan oleh sang dewa/ pencipta atau Tuhan. Tata susila dapat diwajibkan bagi semua pengikut maupun calon pengikut yang mengambil inisiatif sendiri dimana mereka merasa ada pertolongan atau jawaban atas pergumulannya. Menurut Benny Giyai (Catatan Kuliah; Maret 05) "Tata susila itu berperan sebagai norma yang diungkapkan dalam mitos, yang mengatur tingkah laku kehidupan masyarakat sebagai individu maupun masyarakat. Dalam mitos itu rnencatat cerita "yang suci" sehingga penganut agama suku selalu regeneralisasikannya sebagai pengaturtata kehidupannya.

4. Sejarah Agama

     Belajar tentang Agama tidak terlepas dari pemahaman terhadap historisnya. Historis religi mempelajari beberapa hal penting sebagaimana yang dikatakan oleh (Giay Benny; Kelas Matakuliah Agama-agama suku; Mei 05) bahwa; a) Asal mula religi, b) pengaruh timbal-balik antara religi, c) perubahan-perubahan dalam religi sepanjang zaman, d) macam-macam perkembangan baik yang negatif maupun positif, dan , e) perkembangan bentuk-bentuk organisasi'pada orang yang seagaman.

5. Pengetahuan Keagamaan

     Pengetahuan Agama mempelajari tentang gaib, tinggi, suci, atau Allah. Pengetahuan agama adalah.suatu upaya manusia untuk menemukan sifat-sifat, karya serta keunggulan tertentu yang nyata maupun tidak nyata yang dirasakan oleh manusia. Karena itu lebih cenderung memahami bahwa agama sebagai wadah atau institusi secara organisir maupun lokal yang terbentuk dilakukan secara individu maupun sekelompok masyarakat disuatu tempat untuk mencari kehendak gaib, illahi atau Allah.

I.     GERAKAN-GERAKAN KEAGAMAAN

Gerakan-gerakaan keagamaan di tanah Papua mulai timbul sejak abad ke-19. Gerakan Keagamaan itu terus berkembang hingga dewasa ini. Gerakan keagamaan itu terdiri dari beberapa tujuan seperti yang diklasifikasikan oleh (Giay Benni; 1986; 1). Menurut dia terdiri dari empat gerakan keagamaan yang telah diuraikan berikut ini yaitu; gerakan kargo (cargo cult), gerakan juru selamat (mesianisme), gerakan milenarianisme, gerakan pribumi (nativisme), gerakan kenabian (prophetisme) dan gerakan penghidupan kembali (revivalisme)

1. Gerakan Kargo (Cargo cult)

     Gerakan Kargoisme (cargo cult) sering didorong oleh "okeiya eniya" atau setan mereka yang dirasa baik sebagai penolong dan penyelamat untuk membuka kunci memasuki jaman kelimpahan yang disiapkan dan terns diperlihatkannya. Gerakan-gerakan Kargo di Papua terjadi banyak tempat seperti yang diungkapkan oleh John G. Strelan (1989; 34-92) bahwa gerakan kargo muncul sebelum abad ke-19. Gerakan itu dijelaskan bahwa di Paniai terdapat pada gerakan "Ayii-Ayii", di kalangan suku Dani Barat Jawajiwaya terdapat' Nabelan-kabelan".

2.  Gerakan Juru selamat

     Gerakan juru selamat dapat dijalankan oleh beberapa orang Me di Paniai. Gerakan ini dapat dibagi kedalam dua bagian masing-masing menyakut keselamatan spiritual maupun moril yang terjadi dikalangan orang Me di Paniai. Gerakan keselamatan spiritual dapat diwujudkan oleh Yusuf You di Uwebutu, namun gerakan moril dapat dijalankan oleh Wediweida Pigome, Marthen Utii, dan Yosia Keiya kaitannya dengan relasi "abeuguwo" di gunung Deiyai, serta gerakan juru selamat lainnya, seperti teologi barat yang mulai dikembangkan di daerah pedalam sejak tahun 1938 ketas tentang kedatangan Mesias di bumi sebelum tahun 2000 (lima tahun yang lalu dari sekarang ).

3. Gerakan Milenarianisme

     Belakangan ini terjadi banyak gerakan yang hubungannya dengan gerakan kebangkitan Roh Kudus. Didalam gerakan ini banyak menafsirkan peranan roh yang ada dalam Alkitab menjadi dasar pikiran dalam gerakan itu. Dalam konsep gerakan itu meramalkan tentang kedatangan Yesus Kristus kedalam dunia sekitar tanggal 9-9-1999, ada yang dilarang makan makanan yang dipakai dengan keenakan seperti garam, vetsin, minyak serta lainnya, disamping itu juga mereka tidak mau pake barang-barang dengan bernomor. Gerakan ini hanya berorientasi pada tanda-tanda akhir zaman sebagai tanda kedatangan Yesus kedalam dunia ini.

4.  Gerakan Pribumi

     Salah satu gerakan keagamaan bagi masyarakat Papua adalah gerakan pribumi. Gerakan ini berorientasi pada suatu kebebasan atau kemerdekaan secara seutuhnya akibat sikap kemanusia secara hegemoni yang dibuat oleh penguasa. Artinya bahwa keselamatan bagi orang Melanesia atau Papua dunia dewasa ini (Strelan; 1989) adalah "keselamatan yang akan dialami sekarang ini, dunia ini, dan abad ini dan ini akan melibatkan semua tatanan masyarakat yang ada. Ini adalah keselamatan yang kongkret, keselamatan duniawi yang diharapkan orang-orang Malanesia". Secara empiris dapat melihat terhadap sikap dan pelanggaran kemanusiaan yang dibuat oleh penguasa terhadap masyarakat pribumi antara lain ialah ekploitasi kekayaan alam, intimidasi, pembunuhan serta perlakukan kemanusiaan lain yang lama dirasakannya. Semua perlakukan ini lahirlah suatu gerakan pribumi untuk keluar dari paradigma itu supaya masyarakat pribumi mengalami kelegaan secara sempurnya. Karena itu gerakan pribumi adalah suatu gerakan yang lahir dari hati nurani manusia untuk mempertahankan jati diri orang pribumi yang memiliki harkat dan martabat manusia. Demi mempertahakan jati diri itu masyarakat pribumi pernah menyikapi dengan kontak sifik melawan orang-orang luar yang datang menguasai di daerah ini. Masalah-m3$a|ah kemanusiaan yang dialami ada|g|^; perang Jepang sekitar tahun 1944, perang QfrSni? 1?§§/ Bfffl!?er9nf3Kan senjata yang dipirripin oleh Fery Awom pada tahun 1965 di Manokwari singga dewasa in, peristiwa 1969 di Paniai, dan pergolakan masyarakat

     Jayawijaya sejak Tahun 1977 hingga hari ini. Gerakan ini memperjuangkan nasip bangsa pribumi yang kian lama berjuang baik dihutan-hutan, dialog, diplomas!, melalui tulisan-tulisan ilmiah berupa buku serta penerbitannya termasuk juga metode yang layak keluar dari segala bentuk perlakuannya.

5. Gerakan Kenabian

     Gerakan kenabian terjadi di beberapa tempat di tanah Papua dimana tua-tua mendapat penglihatan atau gambaran baru melalui bertapa, meditasi atau cara lain yang dianggap layak untuk menerima petunjuk dari yang punya kuasa. Semua berita diterima oleh sang maha kuasa dapat menganalisa bersama sesuai kontek perubahan yang terjadi. Karena itu gerakan ini dapat dipimpin oleh seorang karismah sesuai petunjuk Tuhan untuk menerima wahyu Allah bagi manusia dan disampaikan kepada warganya. Bering jawaban dari pergumulan itu dapat dijumpai dan terjawab dengan petunjuk yang ada.

6.  Gerakan Penghidupan Kembali

     Gerakan penghidupan kembali belakangan ini telah menjadi kenyataan di mana-mana khususnya di kalangan masyarakat Papua. Isu yang berkembang dikalangan masyarakat ialah tentang penghidupan kembali bagi orang-orang mati sejak dahulu maupun yang baru. Karena sering mereka datangi untuk beritahukan berita-berita penting menyangkut beban hidup yang perlu diselesaikan, masalah-masalah yang akan dihadapi, serta masalah lainnya. Mereka datang bentuk tubuh seperti biasa namurt hanya kelainannya terdapat pada kulit dan rambutnya. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa manusia yang telah meninggal dunia akibat berbagai macam prosesnya serta diserang penyakit selalu ada disamping orang-orang yang masih hidup sehingga dapat dijumpai hanya terbatas orang.

J.     AGAMA MIS/ONER DAN AGAMA SUKU DI PAPUA

Agama yang diberitakan oleh utusan misi dan agama suku di Papau menjadi persoalan Teologis yang mendasar disepanjang masa, dimana masing-masing penganutnya dapat mempertahankan ajaran terhadap umatnya. Kedua pengaut ini saring terjadi benturan ketika masing-masing mengekspresikan ajarannya. Pembawa agama baru atau mereka dicas otaknya dengan pengajaran itu tanpa menyadari dapat d-iserang bahwa penganut agama lokal dianggap sebagai penyembah berhala, setan, batu, ular sehingga terjadi singkretisme. Siasat yang dibuat oleh pembaha agama baru diibaratkan dengan lempar batu sembunyi tangan, artinya tahapan pertama utusan misi buka sekolah-sekolah di Papua untuk mentransformasikan ideologi itu kepada anak-anak daerah. Tujuannya ialah supaya setelah mereka dibekali dengan pengetahuan baru sendiri menantang terhadap ajaran atau doktin yang dipelajari oleh masyarakat pribumi. Agama suku meminiliki nilai yang sangat dalam dimana mereka tanpa kekerasan dan pemaksaan diri terhadap orang lain masih mempertahankan ajarannya dengan bentuk liturginya, sekalipun selalu terjadi singkrenisme yang mencemarkan identitas agama lokal.

 

K.   KESIMPULAN

Semua agama yang dianut oleh penduduk dunia baik yang terorganisir maupun agama-agama lokal sebenarnya upaya mencari kehendak Allah yang sesungguhnya. Karena agama pada hakekatnya dalah hasil analisis terhadap pewahyuan yang diterima melalui upacara keagamaan yang disertakan dengan ritual yang ada. Agama yang diyakini dirasa bahwa didalamnya terkandung unsur penting bagi banyak orang maupun suku itu sendiri. Agama sebenarnya diterima bagi semua suku dan bangsa supaya masing-masing itu dapat mengikuti melalui simbol-simbolnya yang dianggap maha kuasa. Tuhan itu Maha El

-Shadai berarti ia bekerja di.dalam plilaritas agama dan budaya yang diterima oleh masyarakat. Karena itu tidak ada agama didunia yang "super power" atau lebih istimewa dari agama-agama lain untuk menguasai seluruh dunia dengan bentuknya sendiri tanpa kontekstualisasikan bentuk-bentuk serta pemahaman dasar dalam masyarakatnya. Namun lebih cenderung bahwa agama sebenarnya adalah suatu lembaga yang menyalurkan obyek keyakinan bagi manusia kepada yang berkuasa supaya dapat terlindung dari segala cengkeraman dan sikap kemanusiaanya. Karena Allah yang sama itu bekerja kepada orang atau suku yang dianggap tidak punya agama supaya sifat Allah itu akan nampak dalam masyarakat yang ada. Seharusnya semua agama perlu diberi kebebasan untuk mengungkapkan agama mereka yang sementara masih dalam tawenan karena intimidasi serta haknya diinjak-injak oleh ajaran yang disertakan dengan kekuasaannya atau sedang powernisasi..

 

                                 DAFTAR KEPUSTAKAAN

Giay Benny, (Maret; 2005); Catalan Mata Kuliah Agama-agama suku, Program S2 Gereja dan Masyarakat STT Walter Post Jayapura.

Honig A.G (1997); llmu Agama, BPK. Gunung Mulia, Jakarta

Strelan G. John, (1989); Kargoisme di Malanesia, Pusat Studi Irian Jaya

Koentjaraningrat, (1987); Universitas Indonesia Jakarta

Eliade Mireea, (2002); Sakral dan Pro/an, Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta

Dhavamony; (1995); Fenomenologi Agama, Kanisius Yogyakarta

Alua Agus (2003); Karakteristik Dasar Agama-agama Malanesia, STFT Fajar Timur Jayapura, Papua

Kotouki Menase, (2003); Diktat Matakuliah Etnografi Irian Jaya, STT Walter Post Jayapura.

Hadiwijono, (2003) Religi Suku Murba di Indonesia, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta

Lefebure, (2003); Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta

Hendropuspito, (1989); Spsiologi Agama, PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta

Richardson, (1993); Anak Perdamaian, Yayasan Kalam Hidup, Bandung —-

——------ ((t993); Penguasa-Penguasa Bumi —-———-——-

Shhoorl, (1997); Kebudayaan dan Perubahan Suku Muyu dalam arus Modemisasi Irian Jaya, PT. Gramedia Jakarta

Schereiter (1996); Rancangan Bagun Teologi Lokal; PT.BPK. Gunung Mulia, Jakarta.

Heriyanto A. (2003) ;Jurnal Antropologi Papua, Laboratorium antropologi Universitas Cenderawasih Jayapura.

Manja I, (1996); Spiritualitas Pluralitas dan Pembangunan di Indonesia, PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Sidjabar (1994); Strategi Pendidikan Kristen, Yayasan ANDI; Yogyakarta

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BLACK SWEET SONG

Black Sweet: Suara dari Timur yang Menggetarkan Blantika Musik Indonesia The Pasific News-MIMBAR MAHASISWA, Musik-2.866 Views Berawal dari s...